Apa itu skema LVC dan mengapa itu menjadi kunci masalah pembangunan perkotaan di Indonesia
Konsep perumahan TOD saat ini sedang menjadi sorotan di tengah perkembangan akses transportasi umum.
Sebagai ibu kota negara Indonesia, Jakarta diharapkan dapat menjadi model Transit Oriented Development (TOD) bagi daerah lain di negara kepulauan tersebut. Namun, masih ada kendala terutama dalam harmonisasi antara kota dan pendanaan. Oleh karena itu, pemerintah meluncurkan skema Land Value Capture (LVC) untuk menarik minat seluruh pemangku kepentingan, terutama pengembang swasta.
TOD merupakan konsep perencanaan kota terpadu yang memadukan sistem transportasi, hunian, kawasan komersial, ruang terbuka, dan ruang publik. Di Indonesia, konsep ini semakin berkembang dengan memadukan kawasan hunian dengan kawasan bisnis. Artinya perlu dukungan dan kerjasama dari sejumlah pihak, seperti pengembang properti, pemerintah, dan pengelola transportasi. Inilah yang coba diterapkan Jakarta sebagai ibu kota.
Jakarta adalah pusat daerah penyangga— yaitu Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi—di mana pemerintah akan membangun TOD untuk mengintegrasikannya. Untuk itu, pemerintah perlu membuat regulasi antar daerah dan sektor yang berbeda. Perlu adanya harmonisasi seperti yang tertuang dalam Masterplan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), dan Daerah Khusus Ibukota. “Namun ruang untuk duduk bersama dan membahasnya sangat terbatas karena begitu banyak masalah,” kata Harun Al Rasyid Lubis, Guru Besar Institut Teknologi Bandung, kepada Real Estate Asia.
"Kami mempertanyakan strategi seperti apa yang bisa digunakan. Salah satu yang kami ketahui adalah promosi angkutan umum," kata Harun menambahkan.
Pembangunan MRT dan LRT
Menurut General Chair Real Estate Indonesia (REI), Paulus Totok Lusida, partisipasi swasta dan potensi LVC dalam pembangunan perkotaan berbasis rel seperti LRT (Light Rail Transit) dan MRT (Mass Rapid Transit) sangat penting. .
Pembangunan MRT yang direncanakan sementara ini memiliki jarak sekitar 3-5 kilometer (km) antar stasiun. Idealnya maksimal 1 km. Seperti di Singapura, yang jarak antar stasiun sekitar 500 meter.
Oleh karena itu, salah satu tantangan dalam memajukan transportasi umum adalah strategi tata ruang, termasuk konsolidasi tanah (baik vertikal maupun horizontal) yang secara tidak langsung membahas bagaimana memonetisasi aset tanah dan bangunan, kata Harun.
Pemerintah menyambut baik LVC
Investasi sektor swasta akan membantu membiayai dan mempercepat pengembangan TOD. “LVC akan berdampak pada kenaikan harga tanah akibat investasi, dalam hal ini pengembangan TOD memberikan kemudahan akses bagi warga maupun masyarakat sekitar,” kata Totok dalam webinar bertajuk Private Participation And Land Value Capture for Urban Rail Development.
Sejauh ini, pengembangan TOD di Indonesia masih dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pemerintah berencana membangun kawasan TOD di sekitar pintu gerbang stasiun transit transportasi berbasis rel. "Transportasi dalam hal ini termasuk kereta cepat yang sampai saat ini belum jelas stasiun apa yang akan dibangun. Sedangkan untuk road-based, sejauh ini BUMN masih melakukan dan tidak ada keterlibatan swasta sama sekali," kata Totok. .
TOD akan dikembangkan di 17 titik stasiun, yakni Stasiun Depokbaru, Pasar Minggu, Durenkalibata, Cawang, Tebet, Manggarai, Jatinegara, Sudirman, Karet, Tanahabang, Palmerah, Kebayoran, Juanda, Cikini, Jakartakota, Grogol, dan Klender.
Kebijakan mendorong pembangunan di sekitar gerbang stasiun angkutan umum (Kebijakan TOD) perlu didukung berbagai kebijakan dari pemerintah. Maka Totok menyambut baik konsep LVC dari pemerintah.
LVC memiliki dua basis implementasi alternatif. Pertama, LVC berbasis pajak yang meliputi pembangunan di sekitar gerbang transit yang dikenakan pajak tambahan, kenaikan NJOP & PBB, Pajak Bumi, dan pengenaan pajak tambahan kepada pemilik tanah/bangunan (betterment charge).
Alternatif kedua adalah pembangunan berbasis LVC, termasuk pembangunan di sekitar pintu transit yang diatur dengan kompensasi kenaikan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan kewajiban penyediaan lahan kepada pemerintah.
Jakarta sebagai laboratorium pembelajaran
Menurut Deputy Chairman Lembaga Indonesian Institute for Housing and Urban Development (HUD Institute), Oswar Mungkasa, konsep LVC sebenarnya baru muncul saat ini. Padahal, Jakarta sebenarnya sudah menerapkannya sekitar delapan hingga 10 tahun lalu.
“Saya ingin mengatakan bahwa LVC bukan hal baru bagi kita di Indonesia, tapi mungkin kita tidak mengenalnya sebagai LVC, masih sporadis, belum menjadi konsep yang terintegrasi dan belum dalam konteks TOD,” kata Oswar.
Oswar berharap LVC menjadi sumber pembiayaan yang sangat mumpuni, namun menurutnya satu hal yang harus dipahami bersama adalah LVC ini harus kontekstual.
Menurutnya, setiap kota pasti akan memiliki implementasi TOD yang berbeda-beda seperti keberhasilan Hong Kong dan Tokyo. “Jadi kami memasukkan pengalaman dari negara lain ke dalam konteks kota-kota di Indonesia,” kata Oswar.
Dia menjelaskan mengapa Hong Kong berhasil karena masyarakat di sana memiliki tingkat kepemilikan mobil yang sangat rendah dan kepadatan penduduk yang sangat tinggi. Jadi ketika ada TOD, otomatis mereka akan menggunakannya, bahkan 75% populasi lulus TOD.
“Saya menyarankan Jakarta sebagai laboratorium pembelajaran, banyak hal yang telah dilakukan oleh Jakarta dan sangat berguna bagi kita untuk belajar dan isu-isunya nyata,” kata Oswar seraya menambahkan, “Jangan terlalu fokus pada pendapatan karena ada hal lain harus diperhatikan, seperti bagaimana mengurangi biaya dan bagaimana memitigasi risiko.
“Kita harus bergerak cepat. Setiap hari ada 2 juta orang yang harus segera dilayani melalui konsep TOD ini,” kata Oswar.
TOD menjadi sangat penting bagi pembangunan perumahan saat ini di Jakarta. Dengan dukungan yang signifikan dari pemerintah, LVC akan mempercepat TOD di seluruh Indonesia.