Merek mewah dan wellness mendorong meningkatnya permintaan ruko di Singapura
Bangunan-bangunan ini memungkinkan penyewa mengekspresikan kisah mereka dengan cara yang tak bisa dilakukan gedung konvensional.
Ruko-ruko heritage di Singapura kini kembali menarik perhatian merek-merek mewah, wellness, dan gaya hidup, seiring geliat pengembang yang merestorasi bangunan konservasi untuk menghadirkan pengalaman ritel dan kuliner khas—sesuatu yang sulit ditandingi gedung modern.
Perusahaan investasi properti 8M Real Estate, yang 90% portofolionya terdiri dari ruko-ruko heritage, menyebut aset ini memungkinkan penyewa menceritakan kisah merek mereka dengan cara yang tak bisa diwujudkan bangunan konvensional.
“Mereka mencari lokasi yang benar-benar unik, khususnya yang punya nilai warisan budaya atau sejarah,” ujar Xin Rui, Executive Director of Asset Management di 8M, kepada Real Estate Asia. “Bagi mereka, hal ini penting karena mereka ingin terhubung dengan pasar lokal.”
Selain F&B, operator wellness juga mulai mengisi unit-unit heritage. “Salah satu tren yang tumbuh belakangan adalah industri wellness — misalnya, fitness dan sports recovery,” tambah Rui. Konsep pengalaman lain seperti studio keramik dan toko kerajinan DIY juga turut mendorong permintaan.
Menurut Mary Sai, Executive Director of Capital Markets di Knight Frank Singapore, ruko-ruko heritage adalah “trophy assets” yang harganya terus menanjak dalam 15 tahun terakhir karena kelangkaan dan nilai branding dari proses gentrifikasi kawasan. Investor kaya dan family offices pun kerap menerima imbal hasil lebih rendah demi menjaga nilai modal dan gengsi kepemilikan.
Yap Hui Yee, Executive Director of Investment Sales and Capital Markets di Savills Singapore, menambahkan, aturan konservasi yang ketat menjaga pasokan tetap terbatas dan mendukung nilai jangka panjang. Fleksibilitas fungsi ruko-ruko heritage—dari ritel dan perkantoran hingga hotel atau serviced residence (dengan persetujuan)—juga menjadi keunggulan daya tahannya.
Meski tingkat pengembalian biasanya lebih rendah dibanding jenis properti lain, potensi kenaikan nilai modal dalam jangka panjang tetap menjanjikan. “Risikonya lebih tinggi dalam hal likuiditas, tapi tidak terlalu terpengaruh siklus suplai seperti perkantoran,” ujar Sai.
8M kini bergeser dari membeli unit tunggal ke akuisisi deretan blok, seperti 15 ruko heritage di Tanjong Pagar, demi membentuk kawasan dengan identitas unik. “Restoran mewah di dalam ruko heritage bisa memberi pengalaman autentik yang tak bisa Anda temukan di hotel atau gedung perkantoran,” kata Darren Sabom, Managing Director of Investment Management di 8M.
Investor institusional seperti 8M, Clifton Partners, dan HSBC Asset Management juga terus membangun portofolio ruko heritage, mencerminkan kepercayaan yang kian kuat terhadap kelas aset ini. Minat asing meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah family office di Singapura yang kini lebih dari 2.000. Banyak pembeli melihat ruko heritage sebagai lindung nilai terhadap depresiasi mata uang dan ketidakpastian politik, terutama sejak pandemi.
Namun, adaptasi ruko-ruko heritage bukan perkara mudah. Aturan konservasi Urban Redevelopment Authority membatasi pembangunan ulang dan membuat renovasi mahal, terutama dalam mempertahankan fasad heritage dengan material modern. Bahkan setelah pemutakhiran terkait keselamatan kebakaran, aksesibilitas, dan sistem mekanikal, biaya perawatan tetap tinggi.
Yap mengingatkan, persetujuan penggunaan ruang bisa menjadi risiko besar. Misalnya, mengubah lantai dasar menjadi restoran F&B memerlukan izin resmi dan bisa saja ditolak. “Untuk menghindari kejutan biaya, sebaiknya melibatkan broker ruko heritage berpengalaman yang dapat memverifikasi fungsi yang diperbolehkan serta memandu investor dalam proses regulasi,” ujarnya.
8M sendiri berupaya menyelaraskan tiap lokasi dengan identitas budaya kawasan saat memilih penyewa. “Kami melihat lokasi, budaya unik di sekitarnya, serta aksesibilitas,” jelas Rui. “Kami mencari cara agar bangunan kami bisa merevitalisasi lingkungan.”
Untuk menjaga keterhubungan, 8M juga aktif menggelar acara komunitas. Di 38 Tanjong Pagar, misalnya, mereka menghadirkan mural tentang Nadim, bocah dalam legenda lokal yang melindungi desanya dari serangan ikan todak.
“Ini cara sederhana untuk menjaga sejarah tetap hidup dan membuat orang lebih merasa terhubung dengan tempatnya,” kata Edwin Ho, Senior Manager of Asset Management di 8M.
Proses adaptasi, lanjut Ho, lebih mirip operasi pada pasien berusia 100 tahun ketimbang renovasi biasa: penuh lapisan sejarah, struktur lama, dan sistem yang tak dirancang untuk tuntutan modern.
Meski penuh tantangan, Sabom tetap optimistis.
“Ruko-ruko heritage memang ada di banyak negara, tapi Singapura unik karena aturan konservasinya sangat kuat. Pasokannya terbatas, dan selama warga asing masih ingin membeli properti, permintaannya hanya akan terus tumbuh.”