Siapa yang diuntungkan dari langkah-langkah pendinginan sektor real estat Singapura dan bagaimana?
Setelah pengenaan ABSD yang lebih tinggi, penjualan investasi properti residensial turun menjadi 33,4%.
Ketika Singapura menapaki babak baru cooling measures atau langkah-langkah pendinginan di Desember 2021, para analis mengamati kenaikan harga rumah memang telah menjadi moderat. Kelemahannya, setidaknya untuk pasar real estat perumahan, hal itu telah mendorong investasi keluar dan menuju properti komersial.
Baru dikuartal pertama 2022 (Q1 2022), setelah menerapkan additional buyer’s stamp duty (ABSD) yang lebih tinggi pada properti residensial, nilai penjualan investasi sektor residensial turun 9,1% menjadi S$3,11 miliar. Ini bertentangan dengan pertumbuhan kuartal-ke-kuartal sebesar 165,9% menjadi S$5,81 miliar dalam real estat komersial.
Dalam periode yang sama, pangsa properti residensial dalam total nilai penjualan investasi turun menjadi 33,4% dari 47,6% pada kuartal sebelumnya. Sebaliknya, investasi real estat komersial menyumbang 62,4%, meningkat signifikan dari 30,4%.
Demikian pula data Colliers menunjukkan bahwa di Q1 aktivitas investasi tumbuh sebesar 34,4% kuartal-ke-kuartal (QoQ) menjadi S$10,6 miliar, sebagian besar dipicu oleh penjualan komersial. Cushman & Wakefield juga mencatat pertumbuhan signifikan dalam penjualan investasi komersial sebesar 19% QoQ menjadi $2,6 miliar di Q1 2022. Ini diikuti oleh kesepakatan penting, seperti akuisisi 79 Robinson Road seharga $1,3 miliar, Golden mile Complex seharga $700 juta, dan Twenty Anson seharga $599 juta, di kuarter kedua.
“Permintaan investor merambah ke sektor komersial. Di tengah tantangan dari kenaikan suku bunga dan ketegangan geopolitik, Singapura terus menarik modal dari dana swasta dan family offices yang mengejar aset di lokasi utama,” kata Colliers dalam sebuah laporan.
Head of Research Cushman & Wakefield Xian Yang mengatakan cooling measures mengarah pada kriteria seleksi yang lebih ketat yang telah meningkatkan risiko pengembangan untuk lokasi perumahan besar.
“Dengan pemikiran ini, tapak kecil hingga menengah dengan kuantum yang baik lebih mungkin untuk dipasarkan saat ini,” kata Yang kepada Real Estate Asia.
Selain cooling measures, JLL Asia Pasifik melihat peningkatan minat pada real estat komersial yang juga didorong oleh meningkatnya kepercayaan investor atas respons dari pandemi secara proaktif dan transparan di Singapura, serta pembukaan kembali ekonomi dan pencabutan pembatasan sosial.
Regina Lim, Head of Strategic Advisory, Capital Markets, JLL Pacific, mengatakan pembatasan tambahan pada lapisan bagian properti komersial terpilih di kawasan pusat bisnis dan area pusat di masa depan, meningkatkan daya tarik unit kantor lapisan atau strata-titled yang sekarang terbatas. .
JLL Asia Pasifik memperkirakan transaksi pasar modal real estat pada kuartal pertama tahun ini naik 134% tahun-ke-tahun menjadi S$7,8 miliar, yang juga dua kali lipat rata-rata kuartal yang tercatat antara 2018 dan 2019.
'Safe haven' investor
Di tengah pertumbuhan ini, Singapura masih bisa menderita ketidakpastian geopolitik yang mendisrupsi rantai pasokan global dan meningkatnya inflasi dan suku bunga, kata Lim. Sementara Singapura belum melihat dampaknya terhadap permintaan aset real estat, suku bunga tinggi kemungkinan akan berdampak pada tingkat pengembalian yang diminta investor, investasi yang lambat, dan inflasi harga aset yang moderat.
Meski demikian, JLL tetap optimistis melihat Singapura menarik lebih banyak investor yang mengalihkan pandangannya dari pasar umumnya, seperti Jepang, Australia, dan Cina.
“Investor institusional terus berusaha menyebarkan modal ke Asia karena mereka tertarik dengan tingkat urbanisasi yang tinggi, peningkatan pendapatan, dan pertumbuhan ekonomi yang kuat,” kata Lim.
Dalam beberapa bulan terakhir, industri real estat Singapura melihat akuisisi aset kantor oleh Nuveen, PAG, JPM Asset Management, dan KKR.
“Kami percaya ini karena pasar perkantoran Singapura berada pada titik balik mengingat perubahan struktural dalam posisi global Singapura, lintasan sewa kantor, dan peluang untuk revitalisasi aset,” katanya.
JLL memproyeksikan volume transaksi di 2022 akan pulih dan kembali ke tingkat pra-pandemi, yang berarti pertumbuhan 20-25% tahun-ke-tahun; sementara pertumbuhan moderat dalam investasi diharapkan di 2023.
Demikian pula, Yang dari Cushman & Wakefield mengharapkan iklim ekonomi saat ini memberi beban pada aktivitas investor tetapi menurutnya Singapura akan terus kompetitif.
“Sementara investor masih mencari cara untuk menyebarkan modal, mereka lebih berhati-hati dan melihat aset inti yang dapat menghasilkan pendapatan yang stabil, seperti kantor CBD Singapura atau area logistik utama,” katanya.
“Kami optimistis dengan prospek volume penjualan investasi komersial. Dinamika permintaan-penawaran yang menarik di pasar perkantoran Singapura akan mendukung permintaan investor. Mengingat ketidakpastian ekonomi, ada pelarian modal ke tempat yang aman, dan Singapura diposisikan untuk menangkap ini mengingat statusnya sebagai safe haven.”